Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Tafsiran Matthew Henry ( Kisah Para Rasul 2:1-4)

                                               

Sumber: https://alkitab.sabda.org/commentary

Peristiwa itu terjadi ketika mereka semua berkumpul di satu tempat. 

Tempat apa itu kita tidak diberi tahu secara khusus, entah di dalam Bait Allah, di mana mereka hadir pada hari-hari biasa (Luk. 24:53), ataukah itu di ruang atas kepunyaan mereka sendiri, di mana mereka bertemu pada waktu-waktu lain. 

Tetapi tempatnya di Yerusalem, karena kota ini sudah menjadi tempat yang dipilih Allah, untuk menempatkan nama-Nya di sana, dan apa yang sudah dinubuatkan adalah bahwa dari sana firman Tuhan akan keluar ke segala bangsa (Yes. 2:3). 

Sekarang kota itu menjadi tempat perkumpulan umum bagi semua orang saleh: di sini Allah sudah berjanji untuk menjumpai mereka dan memberkati mereka. 

Di sinilah, oleh sebab itu, Ia menjumpai mereka dengan berkat dari segala berkat ini. Meskipun Yerusalem sudah memberikan penghinaan luar biasa tak terbayangkan terhadap Kristus, namun Ia memberikan kehormatan ini kepada Yerusalem, untuk mengajar sisa-Nya di semua tempat. 

Ia memiliki umat sisa-Nya di Yerusalem. 

Di sini murid-murid ada di satu tempat, dan mereka belum berjumlah begitu banyak sehingga satu tempat, yang tidak luas, bisa menampung mereka semua. Dan disini berkumpullah mereka. 

Kita tidak bisa lupa betapa sering, ketika Guru mereka masih ada bersama-sama dengan mereka, terjadi pertengkaran di antara mereka, tentang siapa yang terbesar. 

Tetapi sekarang semua pertengkaran ini berakhir, kita tidak mendengar apa-apa lagi tentangnya. 

Apa yang sudah mereka terima dari Roh Kudus, ketika Kristus mengembusi mereka, sudah cukup meluruskan kesalahan-kesalahan yang mendasari pertentangan-pertentangan itu, dan sudah mencondongkan hati mereka pada kasih suci. 

Belakangan ini mereka lebih sering berdoa bersama-sama daripada biasanya (KPR.1:14), dan ini membuat mereka mengasihi satu sama lain dengan lebih baik. 

Dengan anugerah-Nya Ia sudah mempersiapkan mereka seperti itu untuk menerima karunia Roh Kudus. 

Sebab burung merpati yang terberkati itu tidak datang di mana ada bunyi dan kegemparan, tetapi melayang-layang di atas permukaan air yang tenang, bukan yang bergolak. 

Maukah kita agar Roh dicurahkan kepada kita dari atas? 

Hendaklah kita semua sehati, dan, kendati dengan adanya berbagai macam perasaan dan kepentingan, seperti yang tidak diragukan lagi memang ada di antara murid-murid itu, marilah kita sepakat untuk mengasihi satu sama lain. 

Sebab, di mana saudara-saudara diam bersama dengan rukun, ke sanalah TUHAN memerintahkan berkat.

Bagaimana, dan dengan cara apa, Roh Kudus turun ke atas mereka. 

Kita sering kali membaca dalam Perjanjian Lama tentang turunnya Allah di dalam awan. 

Seperti ketika Ia pertama-tama melawat kemah suci, dan sesudah itu Bait Allah, yang menunjukkan kegelapan dari tata aturan pada zaman itu. Dan Kristus naik ke sorga di dalam awan, untuk menunjukkan betapa kita tetap berada dalam kegelapan mengenai dunia atas. 

Tetapi Roh Kudus tidak turun di dalam awan. 

Sebab, Ia harus menghalau dan menyerakkan awan-awan yang menggelapkan pikiran manusia, dan membawa terang ke dalam dunia.

Di sini ada panggilan-panggilan yang bisa didengar, yang diberikan kepada mereka untuk menggugah pengharapan-pengharapan mereka akan sesuatu yang besar (Kis 2:2). Di sini dikatakan,

Bahwa terjadinya tiba-tiba, tidak timbul secara perlahan, seperti angin biasanya berembus, tetapi langsung kencang seketika. 

Datangnya lebih cepat daripada yang mereka harapkan, dan bahkan membingungkan orang-orang yang sedang berkumpul bersama-sama untuk menunggu, dan mungkin untuk melakukan suatu ibadah.

Itu adalah suatu bunyi dari langit, seperti bunyi guruh (Why. 6:1). Allah dikatakan mengeluarkan angin dari dalam perbendaharaan-Nya (Mzm. 135:7), dan mengumpulkan angin dalam genggam-Nya (Ams. 30:4). 

Dari Dialah bunyi ini datang, seperti suara orang yang berseru-seru, persiapkanlah jalan untuk Tuhan.

Itu adalah bunyi angin, sebab jalan Roh adalah seperti jalan angin (Yoh. 3:8), engkau mendengar bunyinya, tetapi engkau tidak tahu dari mana ia datang atau ke mana ia pergi. 

Ketika Roh hidup hendak memasuki tulang-tulang yang kering, sang nabi disuruh untuk bernubuat kepada nafas hidup (KJV: “bernubuat kepada angin”): Hai nafas hidup, datanglah dari keempat penjuru angin (Yeh. 37:9). Dan meskipun bukan di dalam angin Tuhan datang kepada Elia, namun angin mempersiapkan dia untuk menerima penyataan Allah akan diri-Nya sendiri dalam bunyi angin sepoi-sepoi basa (1Raj. 19:11-12, KJV: dalam suara yang tenang dan lirih – pen.). 

Allah berjalan dalam puting beliung dan badai (Nah. 1:3), dan dari angin puting beliung Ia berbicara kepada Ayub.

Itu adalah tiupan angin keras. 

Suara itu keras dan kencang, dan datang tidak hanya dengan bunyi yang keras, tetapi juga dengan kekuatan yang dahsyat, seolah-olah hendak merubuhkan semua yang ada di hadapannya. 

Hal ini untuk menandakan pengaruh-pengaruh dan pekerjaan-pekerjaan yang penuh kuasa dari Roh Allah atas pikiran manusia, dan dengan demikian atas dunia, bahwa mereka, melalui kuasa Allah, sanggup untuk meruntuhkan pikiran-pikiran.

Tiupan angin itu memenuhi bukan hanya ruangan itu, melainkan juga seluruh rumah, di mana mereka duduk.

Mungkin tiupan itu membuat takut seluruh kota, tetapi, untuk menunjukkan bahwa peristiwa itu bersifat adikodrati, tiupan angin itu hanya berembus pada rumah itu: seperti sebagian orang berpikir bahwa angin yang dikirim untuk menangkap Yunus hanya berembus pada kapal yang ditumpanginya (Yun. 1:4), dan seperti bintang orang-orang bijak berhenti menaungi rumah di mana Sang Anak berada. 

Hal ini akan memberikan arah bagi orang-orang yang mengamatinya ke mana mereka harus pergi untuk mencari tahu maksud dari itu semua. 

Angin yang memenuhi rumah ini akan membuat murid-murid terkagum-kagum, dan membantu mereka bersikap sangat sungguh-sungguh, hormat, dan tenang, untuk menerima Roh Kudus. 

Demikianlah, bila Roh menginsafkan orang, maka itu membuka jalan bagi datangnya penghiburan-penghiburan-Nya. Dan embusan-embusan yang keras dari angin yang penuh berkat itu mempersiapkan jiwa bagi tiupannya yang lembut dan halus.

Di sini ada tanda yang bisa terlihat oleh mata dari karunia yang akan mereka terima. Mereka melihat lidah-lidah seperti nyala api (ay. Kis 2:3), dan ia hinggap – ekathise. 

Bukan mereka, lidah-lidah itu, yang hinggap, tetapi Ia, yakni Roh itu, hinggap pada setiap orang dari mereka, seperti Ia dikatakan hinggap pada nabi-nabi di zaman dulu. 

Atau, sebagaimana Dr. Hammond menggambarkannya, “Tampak ada sesuatu seperti nyala api yang menerangi pada setiap orang dari mereka, nyala api yang terbagi-bagi, dan dengan demikian berbentuk mirip seperti lidah-lidah, dari bagian ujungnya yang terbagi-bagi atau terbelah-belah.” Nyala lilin tampak seperti lidah. Dan ada meteor yang oleh para ahli ilmu alam disebut ignis lambens – nyala api yang lembut, bukan api yang menghanguskan. 

Seperti itulah nyala api ini. Amatilah,

Ada tanda yang jelas bisa dirasakan oleh indra, untuk meneguhkan iman para murid itu sendiri, dan untuk meyakinkan orang lain. 

Demikianlah, misi yang pertama dari nabi-nabi pada zaman dulu sering kali diteguhkan oleh tanda-tanda, agar seluruh Israel tahu bahwa mereka adalah nabi-nabi yang sudah ditentukan.

Tanda yang diberikan adalah api, agar perkataan Yohanes Pembaptis tentang Kristus bisa dipenuhi, Ia akan membaptis kamu dengan Roh Kudus dan dengan api. 

Dengan Roh Kudus seperti dengan api. 

Sekarang mereka, pada hari raya Pentakosta, sedang merayakan diberikannya hukum Taurat di Gunung Sinai. Dan sama seperti hukum Taurat diberikan di dalam api, dan oleh sebab itu disebut sebagai hukum berapi, demikian pula pula dengan Injil. Misi Yehezkiel diteguhkan dengan penglihatan bara api yang menyala (Yeh. 1:13), dan misi Yesaya dengan bara api yang menyentuh bibirnya (Yes. 6:7).

 Roh, seperti api, meluluhkan hati, memisahkan dan membakar sekam, dan menyalakan kesalehan serta ketaatan di dalam jiwa, yang di dalamnya, seperti di dalam api di atas mezbah, korban-korban rohani dipersembahkan. 

Inilah api yang hendak dilemparkan Kristus ke bumi dengan kedatangan-Nya (Luk. 12:49).

Api ini tampak dalam lidah-lidah yang terbelah. Pekerjaan-Pekerjaan Roh itu banyak. 

Salah satunya adalah berbicara dalam berbagai lidah, dan dikhususkan sebagai petunjuk pertama dari karunia Roh Kudus, dan pekerjaan itulah yang dirujuk oleh tanda ini.

Yang tampak itu adalah lidah-lidah. Sebab dari Roh kita mendapat firman Allah, dan dengan-Nya Kristus akan berbicara kepada dunia. Dan Ia memberikan Roh kepada murid-murid bukan hanya untuk memperlengkapi mereka dengan pengetahuan, melainkan juga untuk memperlengkapi mereka dengan kuasa untuk memberitakan dan menyatakan kepada dunia apa yang mereka ketahui. 

Sebab kepada tiap-tiap orang dikaruniakan penyataan Roh untuk kepentingan bersama.

Lidah-lidah ini terbelah, untuk menandakan bahwa Allah dengan cara ini akan membagi-bagikan kepada semua bangsa pengetahuan tentang anugerah-Nya, seperti Dia dikatakan sudah membagikan kepada mereka, melalui pemeliharaan-Nya, terang benda-benda langit (Ul. 4:19). 

Lidah-lidah itu terbagi, namun mereka tetap berkumpul dengan sehati. Sebab bisa saja ada kesatuan hati yang tulus sekalipun ungkapannya beragam. 

Dr. Lightfoot mengamati bahwa terbaginya lidah-lidah di Babel merupakan suatu pengusiran terhadap orang-orang kafir. 

Sebab ketika mereka sudah kehilangan satu-satunya bahasa yang hanya dengannya Allah dibicarakan dan diberitakan, mereka benar-benar kehilangan pengetahuan akan Allah dan agama, dan jatuh ke dalam penyembahan berhala. 

Tetapi sekarang, setelah lebih dari dua ribu tahun, Allah, dengan membagi-bagi lidah juga, memulihkan pengetahuan akan diri-Nya kepada bangsa-bangsa.

Api ini hinggap pada mereka selama beberapa waktu, untuk menunjukkan bahwa Roh Kudus tetap diam bersama-sama dengan mereka. 

Karunia-karunia nubuatan pada zaman dulu jarang diberikan dan hanya sekali-sekali, tetapi murid-murid Kristus selalu mempunyai karunia-karunia Roh bersama-sama dengan mereka, meskipun tandanya, bisa kita duga, segera menghilang. 

Entah nyala-nyala api ini hinggap dari satu orang ke orang lain, atau ada nyala api pada tiap-tiap orang, tidaklah pasti. 

Tetapi nyala-nyala api itu tentulah kuat dan terang, sehingga tampak pada siang hari, seperti yang kita lihat sekarang, sebab hari sudah betul-betul siang.

Baca Renungan; Puncak Dari Sebuah Penantian Janji Allah Kepada Para Murid 

Posting Komentar untuk "Tafsiran Matthew Henry ( Kisah Para Rasul 2:1-4)"