Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Teman Sekerja Allah

 

Teman Sekerja Allah Ditulis oleh: Theos M. Purba

Setiap manusia memerlukan teman. Teman di sini adalah orang-orang di sekeliling kita yang melalui mereka kita mendapatkan dukungan dan bantuan. Lebih dari pada itu, sesungguhnya kita adalah manusia yang diciptakan oleh Allah sebagai pribadi yang memerlukan orang lain. Kita tidak dapat hidup sendiri di tengah dunia ini. Di rumah kita perlu teman, di tempat bekerja kita memerlukan teman, di tempat pelayanan kita juga membutuhkan teman. Teman tersebut adalah orang yang bekerja bersama dengan kita dalam melaksanakan tanggung jawab yang Tuhan percayakan kepada kita.

Tetapi, kita tidak dapat memungkiri kenyataan yang terjadi bahwa, ternyata di lapangan, seringkali kita dapati bahwa, perihal teman sekerja kerap menjadi persoalan. Bahkan, dalam dunia pelayanan Kristen sekalipun, seringkali kita mendapati kenyataan bahwa, yang namanya teman sekerja, selalu menjadi masalah serius. Hal ini dapat dibuktikan melalui fakta-fakta akan adanya perpecahan antar golongan gereja, perpisahan teman hamba Tuhan yang sebelumnya mereka bekerja di tempat yang sama. Saya sendiri pernah mendapati kenyataan bahwa, ada dua orang pelayan Tuhan yang diutus oleh satu lembaga misi yang sama, tetapi mengalami konflik yang berkepanjangan, hingga mengorbankan pelayanan, bahkan jemaat.

Tentu, kenyataan tersebut, tidak dapat kita setujui. Tetapi, apakah kita dapat menghindari kenyataan-kenyataan itu? Saya merasa sebagai manusia yang manusiawi, terlalu berlebihan dan naif jikalau kita berkata bahwa kita tidak akan pernah dan akan terhindari dari yang namanya konflik. Di manapun dan kapanpun, hal tersebut akan selalu ada! Tetapi, sebagai orang Kristen, kita harus mengedepankan pentingnya rekan kerja dan harus siap menghadapi kenyataan apapun untuk menciptakan dan memelihara persatuan sebagai rekan sekerja Allah.

Ketika saya mencoba mencari kata kunci ‘teman sekerja’ di dalam Alkitab, saya menemukan ada lima ayat yang mengatakan hal tersebut; lebih spesifik lagi adalah di dalam surat Paulus. Lima ayat tersebut adalah Roma 6:9 dan 21, 2 Korintus 6:1, Filipi 2:25, Filemon 1:1. Berdasarkan analisa yang saya lakukan, semua ayat tersebut adalah kalimat yang tertuju kepada anak-anak rohani Paulus. Salah satunya Filemon 1:1 yang berkata: “Dari Paulus, seorang hukuman karena Kristus Yesus dan dari Timotius saudara kita, kepada Filemon yang kekasih, teman sekerja kami.” Di sini Paulus mengatakan bahwa Filemon sebagai ‘teman sekerja kami’, dan di lain suratnya Paulus juga mengatakan bahwa Epafroditus, Timotius, Urbanus dan Stakhis adalah teman sekerjanya. Dari semua ayat-ayat tersebut, kita dapat menarik sebuah kesimpulan bahwa Paulus yang notabene adalah seorang hamba Tuhan senior dan sekaligus orang tua bagi mereka secara rohani, tetap mengakui bahwa anak-anak rohaninya tersebut sebagai teman sekerja.

Paulus yang sedemikian hebat dalam pelayanan dan rasul yang terkenal, tetap membutuhkan rekan kerja. Bagaimana dengan kita? Apakah kita merasakan bahwa kita memerlukan teman sekerja? Apakah Anda hari ini mau mengakui bahwa Anda tidak dapat berjalan dan mengerjakan semua tanggung jawab Anda ini tanpa kerja sama dan dukungan banyak orang yang telah bersedia menjadi teman sekerja Anda? Saya harap Anda bersedia mengatakan ya terhadap semua pertanyaan di atas, karena Paulus sendiri telah memberikan teladan tentang hal itu, di mana ia mengakui bahwa ia memerlukan teman sekerja.

Di sini saya hendak mengangkat sebuah ilustrasi untuk menegaskan kepada Anda akan pentingnya teman sekerja atau bekerja dengan tim. Bekerja bersama-sama dengan teman sekerja itu seumpama bagaikan api unggun. Saya masih ingat dulu sewaktu saya masih kecil, ketika malam pergantian tahun. Di halaman rumah kami membuat api unggun bersama keluarga inti. Satu persatu bongkahan kayu kami kumpulkan dan kami susun sedemikian rupa sampai mengerucut ke atas, menyerupai gunung. Ada potongan kayu yang besar, juga ada potongan kayu yang kecil. Kemudian, setelah siap, maka kami akan membakar kumpulan kayu api unggun tersebut. Lalu, pada satu kesempatan saya pernah melakukan sebuah tindakan yang menurut saya menggambarkan tentang pentingnya teman sekerja, yaitu saya memisahkan satu potong kayu yang terbakar dari kumpulan kayu lainnya yang sedang terbakar dengan sangat hebat. Kenyataan yang saya dapati pada saat itu ialah bahwa ternyata potongan kayu yang terbakar yang saya pisahkan itu apinya menjadi padam. Kayu yang sebelumnya terbakar bersama-sama kini telah padam, karena saya pisahkan.

Ilustrasi di atas memberikan arti bahwa sebuah kerja sama dalam melayani Tuhan atau bekerja itu sangat penting. Karena jikalau Anda mencoba untuk berjalan sendiri, mengerjakan sendiri dan tidak mau bekerja bersama-sama, maka Anda akan padam seperti potongan kayu yang dipisahkan tadi. Fakta ini membuktikan bahwa memang pada hakekatnya kita memerlukan teman dalam kehidupan kita.

Sekarang, mari kita melihat dasar yang harus kita bangun di dalam bekerja bersama teman sekerja. Saya menemukan ada dua dasar yang harus kita bangun di dalam hubungan kita dengan teman-teman sekerja kita, di manapun dan apapun profesi serta panggilan kita. Secara khusus, hal ini sangat berguna bagi mereka yang memimpin sebuah lembaga, organisasi atau kelompok. Sangat relevan bagi seorang pendeta dan gembala sidang yang harus bekerja bersama rekan hamba Tuhan di satu tempat pelayanan. Juga sangat cocok bagi kita yang berkecimpung dalam dunia pendidikan dan harus bekerja bersama tim.

1) Membangun Kepercayaan

Kita sering mendengar bahwa, untuk membangun sebuah kepercayaan membutuhkan waktu yang panjang. Memang tidak mudah bagi seorang pemimpin lembaga mempercayakan pekerjaan yang beresiko kepada bawahannya, jikalau orang tersebut belum terbukti dapat dipercaya melalui sepak terjangnya. Tetapi, di sini saya harus tegaskan bahwa, dalam segala hal kita harus mengawalinya dengan percaya! Dalam segala pekerjaan kita harus mengawalinya dengan percaya. Juga di dalam bekerja sama dengan teman, kita harus mengawalinya dengan percaya. Kenapa? Karena perihal percaya merupakan tema yang cukup sentral di dalam Alkitab, terkhusus Perjanjian Baru. Di dalam Injil, kita sering menemukan di mana Tuhan Yesus selalu mengatakan hal yang senada dengan kalimat ini “Lalu Yesus berkata kepada perwira itu: "Pulanglah dan jadilah kepadamu seperti yang engkau percaya." Maka pada saat itu juga sembuhlah hambanya” (Mat. 8:13).

Percaya kepada Tuhan tidak membuat kita jadi tidak perlu percaya kepada orang yang ada di sekeliling kita. Saya juga yakin bahwa Allah tidak mungkin setuju jikalau kita menjadi orang yang selalu mencurigai orang lain. Justru dengan percaya kepada Allah, maka itu membuat kita harus percaya kepada orang lain, dalam hal ini adalah teman sekerja kita. Jikalau dia adalah teman Anda dalam bekerja, maka percayailah dia. Tentu, percaya kepada dia bukan berarti Anda mengandalkan dia, melainkan Anda percaya kepadanya karena Anda menyerahkan dia dan hubungan Anda dengannya, serta pekerjaan Anda dengannya, hanya kepada Tuhan. Izinkan saya sekali lagi mengatakannya bahwa Anda hanya menyerahkannya kepada Tuhan. Inilah percaya!

Coba kita lihat Paulus. Dia adalah orang yang percaya kepada teman sekerjanya, sekalipun mereka adalah anak-anak binaannya. Epafroditus dipercayai oleh Paulus untuk mengirimkan surat Filipi kepada jemaat Filipi. Pada saat itu, Paulus berada di penjara dan Epafroditus adalah utusan jemaat Filipi yang bertugas untuk membantu Paulus (Flp. 2:25-30). Tetapi, setelah kemudian, Paulus mengirimkan kembali Epafroditus, namun tidak dengan tangan kosong. Dia bertugas untuk membawa surat yang harus dengan selamat sampai ke Filipi. Pada zaman itu, untuk mengirimkan surat tidak semudah hari ini. Saat itu, setiap peredaran surat diawasi oleh pemerintahan Romawi. Keluar masuk surat antar kota dan provinsi di bawah kekaisaran Romawi, harus melewati sebuah proses pengecekan. Tentu, ini menyulitkan gerak Epafroditus, tetapi Paulus percaya bahwa dia bisa. Dan akhirnya, ternyata kepercayaan Paulus itu terbukti, dengan sampaikan surat tersebut ke Filipi. Demikian juga dengan Epafroditus, dia telah berhasil menjaga dan menghargai kepercayaan teman sekerjanya, yaitu Paulus.

Tidak cukup sampai di situ saja. Timotius adalah anak rohaninya Paulus, tetapi ia mengakui bahwa Timotius adalah teman sekerjanya. Sebagai teman sekerjanya, Paulus mempercayai anak rohaninya ini menjadi seorang pemimpin jemaat (1 Tim. 1:18-19, 2:2, 4:14, 1 Tim. 4:1-5, 6). Di sini Paulus sama sekali tidak meragukan Timotius yang masih muda, tetapi sepenuhnya percaya kepada dia. 

Keberhasilan sebuah proyek atau pelayanan, hanya akan didapatkan jikalau Anda sebagai sesama tim saling mempercayai. Jikalau kepercayaan ini tidak dibangun dalam sebuah hubungan kerja sama, maka mustahil keberhasilan akan dicapai. Marilah kita membangun hubungan kita atas dasar saling mempercayai. Serahkanlah kepada Tuhan, apapun yang menjadi masalah dalam hubungan kita dengan rekan kerja kita, dan sementara itu, hubungan Anda harus tetap Anda jaga agar harmonis dan berjalan dengan baik.

2) Membangun Visi

Visi adalah impian atau cita-cita. Jika saya menyederhanakannya, visi itu adalah tujuan utama. Jikalau di dalam membangun sebuah kelompok, Anda tidak memiliki visi, yaitu sesuatu hal yang ingin dicapai, maka kelompok tersebut tidak akan bertahan lama. Demikian juga di dalam membangun relasi dengan rekan kerja. Anda perlu menyatukan visi terlebih dahulu! Apakah visi Anda sama dengan visi dia. Jikalau sama atau setidaknya Anda saling melengkapi visi, maka keberhasilan ada di depan mata.

Sebagai seorang rasul, Paulus adalah orang yang memiliki visi yang jelas dan selalu berjalan dan bekerja untuk tercapainya visi tersebut. Saya menemukan visi yang luar biasa dari hidup Paulus, yaitu di dalam Filipi 1:21-22 yang berbunyi: “Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan. Tetapi jika aku harus hidup di dunia ini, itu berarti bagiku bekerja memberi buah. Jadi mana yang harus kupilih, aku tidak tahu.” Paulus tahu tujuan dia hidup, yakni hidup untuk Kristus dan bekerja memberi buah, yaitu memberitakan Injil Kristus. Itu sebabnya, dia selalu mengajak anak-anak rohaninya dan teman-teman sekerjanya untuk berlari sekencang mungkin dalam memberitakan Injil. Tidak ada kata berhenti atau lelah, karena tugas memberitakan Injil adalah visi hidupnya.

Sekarang mari kita melihat kenyataan tentang adanya orang yang tidak sevisi dengan Paulus, membuat Paulus tidak bisa bekerja sama dengannya. Itu terdapat dalam Filipi 2:19-21: “Tetapi dalam Tuhan Yesus kuharap segera mengirimkan Timotius kepadamu, supaya tenang juga hatiku oleh kabar tentang hal ihwalmu. Karena tak ada seorang padaku, yang sehati dan sepikir dengan aku dan yang begitu bersungguh-sungguh memperhatikan kepentinganmu; sebab semuanya mencari kepentingannya sendiri, bukan kepentingan Kristus Yesus”. Berdasarkan keterangan ini, maka kita mendapati bahwa ada orang-orang yang bekerja bersama dengan Paulus, tetapi ternyata mereka adalah orang-orang yang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri. Bahkan, Paulus katakan bahwa mereka adalah orang-orang yang tidak dapat sehati sepikir dengannya. Tentu, dapat dipastikan bahwa Paulus tidak mungkin bisa bekerja sama dengan orang-orang yang demikian.

Oleh karena itu, perlu bagi kita untuk menyatukan visi agar dapat bekerja sama sebagai teman sekerja. Jikalau Anda adalah seorang wirausaha, maka Anda harus terlebih dahulu memastikan bahwa orang-orang yang Anda ajak bekerja sama adalah orang-orang yang memahami dunia wirausaha dan satu tujuan dengan Anda. Jikalau Anda saat ini sedang ingin membangun sebuah usaha rumah makan, maka Anda harus pastikan orang-orang yang bekerja dengan Anda memiliki hati yang sama untuk mengembangkan usaha rumah makan. Jikalau Anda adalah seorang pendeta yang visioner, saat ini sedang memimpin sebuah kelompok misi penginjilan atau lembaga pendidikan, maka Anda harus terlebih dahulu membangun visi yang sama dalam pemberitaan Injil dan sehati sepikir dalam melayani Allah.

Demikianlah dasar-dasar yang benar yang harus Anda bangun dalam hubungan bekerja sama dengan teman sekerja Anda, yaitu Anda harus membangun kepercayaan dan visi. Orang yang berhasil adalah orang yang sebelumnya telah didukung, dibantu dan didoakan oleh orang lain. Oleh karena itu, bangunlah hubungan yang baik dengan teman sekerja Anda dalam segala tanggung jawab Anda, maka Anda akan berhasil bersama dengan teman Anda.

______________

Nama Penulis  Theos M. Purba

Biografi Penulis https://www.theosmacdin.com/p/blog-page_25.html