Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kolose 3:17 Ucapkanlah Syukur

 Renungan Kata Mutiara Kristen Bersyukur Kolose 317

Judul Artikel: Mengucap Syukur Adalah Kunci Sukses Jangka Panjang

Ayat Alkitab: Kolose 3:17

Ditulis oleh: Billy Steven Kaitjily, S.Th

Saudara, dalam dunia modern ini, manusia seperti dipaksa bekerja keras untuk meraih sukses agar dapat dipuji orang. Kompetensi dan ambisi seolah menjadi syarat mutlak keberhasilan. Padahal tidak demikian. Memang kompetensi dan ambisi dapat membawa seseorang ke puncak prestasi, namun karakterlah yang membuat ia bertahan di puncak kesuksesan. 

Paulus Winarto mengatakan, “Karakter adalah kunci sukses jangka panjang”. Karakter ini dibangun berdasarkan nilai-nilai moral alkitabiah yang dipegang secara kuat dan penuh komitmen dalam kehidupan sehari-hari. Dalam ilmu kepemimpinan diajarkan bahwa karakter yang kuat akan membuat seseorang dipercaya oleh pengikutnya.

Pada kesempatan kali ini saya ingin berbagi mengenai salah satu karakter kristiani yang sangat penting dimiliki oleh setiap orang Kristen modern saat ini, yakni sikap mengucap syukur. Apakah mengucap syukur dibicarakan di dalam Alkitab? Ya! Jika kita mencermati Alkitab, maka ada begitu banyak ayat yang berbicara mengenai mengucap syukur. 

Karena terbatasnya ruang dan waktu, maka di sini, saya hanya ingin berfokus pada satu ayat saja yang terdapat dalam surat Kolose 3:17, demikian bunyinya: “Dan segala sesuatu yang kamu lakukan dengan perkataan atau perbuatan, lakukanlah semuanya itu dalam nama Tuhan Yesus, sambil mengucap syukur oleh Dia kepada Allah, Bapa kita”.

Secara umum, Kolose 3:1-17 berbicara mengenai Gereja sebagai “manusia baru”. Manusia baru yang dimaksud di sini ialah penyatuan komunitas baru di hadapan Allah di dalam Yesus Kristus, di mana tidak ada “orang Yunani atau orang Yahudi, orang bersunat atau orang tak bersunat, orang Barbara atau orang Skit, budak atau orang merdeka, tetapi Kristus adalah semua dan di dalam segala sesuatu (ayat 11). Ini berarti bahwa Gereja dibentuk untuk menjadi sebuah komunitas dengan nilai-nilai yang berbeda dari nilai-nilai dunia. 

Identitas dari komunitas ini tidak lagi ditentukan oleh status sosial, ekonomi, atau ras, melainkan ditentukan oleh nilai-nilai yang didasarkan pada pribadi dan karya Yesus Kristus. Salah satu nilai moral alkitabiah yang dikehendaki oleh Yesus Kristus agar diperbuat oleh komunitas kristiani (Gereja) ialah mengucap syukur (ayat 17). 

Mengucap syukur adalah sikap jiwa kita di hadapan Allah, di mana pikiran dan perasaan kita penuh dengan ucapan syukur. Mengucap syukur berbeda dari berterima kasih. Berterima kasih hanya ditujukan kepada manusia. Misalnya, kita berterima kasih kepada orang tua, guru, dll. Sedang mengucap syukur hanya ditujukan kepada Allah saja.

Sikap mengucap syukur ini tidak didapati pada manusia duniawi. Sikap ini hanya didapati dalam diri setiap orang yang sungguh-sungguh percaya kepada Kristus. Tetapi seperti yang akan kita lihat, sikap ini jarang kita temukan pada diri orang-orang Kristen modern. 

Gaya hidup modern, tampaknya, telah menyebabkan sikap mengucap syukur ini hilang atau pudar dari antara orang Kristen. Penyebabnya tidak lain dan tidak bukan ialah hilangnya relasi yang intim dengan Tuhan.

Ketika Adam dan Hawa jatuh ke dalam dosa, relasi mereka dengan Tuhan menjadi rusak. Demikian juga dengan kita. Tetapi syukur kepada Allah Tritunggal, oleh karya Yesus Kristus, relasi yang sempat rusak dulu kembali dipulihkan. 

Walaupun demikian, setiap saat kita masih tetap bisa jatuh oleh keinginan atau keangkuhan diri dan godaan Iblis. Karena itu, kita sangat membutuhkan Roh Kudus untuk menerangi hati dan pikiran kita yang gelap. Roh Kudus adalah Roh Penolong, Ia akan memimpin kita kepada terang kebenaran.

Dalam dunia modern ini, entah dalam konteks sekolah, pekerjaan atau karir, dan pelayanan mudah bagi kita untuk kehilangan relasi yang intim dengan Tuhan. Berapa banyak waktu Anda habiskan untuk Tuhan setiap hari?

 Kalau mau jujur, sebenarnya, lebih banyak waktu kita habiskan kepada hal-hal duniawi daripada hal-hal rohani. Kita lebih suka menghabiskan waktu untuk bekerja dan melayani daripada bersekutu dengan Tuhan (waktu pribadi dengan Tuhan), Iya nggak? 

Akibatnya, kita lebih banyak khawatir daripada percaya kepada pemeliharaan Allah. Kita lebih banyak bersungut-sungut daripada mengucap syukur. Mari periksa hati Anda masing-masing.

Ketika saya merenungkan surat Kolose 3:15 ini, saya tertegur luar biasa. Ayat ini mengoreksi sikap jiwa saya selama ini. Saya teringat dengan sebuah peristiwa yang terjadi belum lama ini. Saat itu, saya sedang dalam perjalanan mengantar pacar saya ke tempat kerjanya menggunakan sepeda motor Revo 110. 

Kami mengambil rute Sudirman mengarah ke Blog M, Jakarta Selatan. Tiba-tiba di depan Gedung Mabes Polri ban sepeda motor kami kempes. Akibatnya, kami harus turun dan berjalan kaki sambil mendorong sepeda motor sepanjang 1 kilo meter menuju jalan Senopati untuk menambal ban. 

Kejadian itu terjadi pukul 10.30 WIB. Jadi udara sepanjang jalan sangat panas. Apakah Anda bisa membayangkannya? Sepanjang jalan saya hanya bisa mengomel luar biasa. Pernahkah Anda mengalami kejadian semacam ini?

Setelah sampai di jalan Senopati, kami berhenti di bengkel kecil. Di situ saya duduk bersama pacar saya sambil merenungkan apa yang baru terjadi. Saya baru sadar bahwa saya telah berjalan kaki sejauh 1 kilo meter dengan mendorong sepeda motor, sesuatu yang belum pernah saya lakukan sebelumnya. 

Selama tinggal di Jakarta, saya lebih banyak menghabiskan waktu dengan belajar di rumah dan jarang berolahraga. Tetapi hari itu, saya bisa berolahraga, puji Tuhan! Saya juga bisa mengenal nama-nama jalan asing. Ternyata di balik peristiwa yang tampaknya menyakitkan, ada pelajaran berharga yang bisa dipetik.

Firman Tuhan dalam Kolose 3:17 ini menyadarkan, mengajak saya dan Anda untuk kembali kepada nilai moral alkitabiah yang Yesus Kristus karuniai di dalam diri “manusia baru”, yakni sikap mengucap syukur senantiasa. 

Mengucap syukur senantiasa artinya dalam segala sesuatu yang kita perbuat, dalam situasi apapun, kita selalu bersyukur kepada Allah. Sebagai contoh, jemaat Tesalonika yang sedang menghadapi aniaya luar biasa saat itu, namun mereka tetap bersyukur kepada Allah (lih. 1 Tes. 5:18). Inilah sikap yang dikehendaki oleh Allah bagi kita.

Ada perbedaan antara orang yang memiliki sikap bersyukur dengan orang yang tidak memilikinya. Orang yang tidak memiliki sikap bersyukur akan menjalani hari-harinya dengan perasaan galau dan tidak maksimal dalam melakukan pekerjaannya. Tetapi orang yang hidupnya dipenuhi dengan ucapan syukur akan melalui setiap aktivitas kesehariannya dengan penuh semangat dan sukacita, serta melakukan pekerjaannya dengan maksimal, apapun kondisinya.

Saya tidak peduli apa status sosial dan ekonomi Anda; apa jabatan Anda saat ini; dari mana Anda berasal; jika tidak ada sikap mengucap syukur sebagai fondasi hidup Anda, maka masa depan Anda dipastikan akan hancur. 

Karir yang Anda raih saat ini, yang tampaknya baik-baik saja, perlahan-lahan akan runtuh. Karena orang-orang di sekitar Anda mulai tidak suka atau bosan dengan sikap Anda yang selalu mengeluh atau bersungut-sungut. 

Perlahan-lahan mereka akan meninggalkan Anda seorang diri. Betapa pentingnya kita memiliki dan menghidupi sikap bersyukur senantiasa. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa, sikap mengucap syukur adalah kunci sukses jangka panjang.

Selamat menjalani hidup Anda dengan penuh rasa syukur kepada Allah. Kiranya Allah dimuliakan melalui hidup kita. Jika Anda mendapat berkat dari tulisan saya ini, silahkan dibagikan kepada sahabat atau teman Anda yang lain, supaya mereka juga mendapat berkat dari tulisan ini. Tuhan Yesus memberkati.

Posting Komentar untuk "Kolose 3:17 Ucapkanlah Syukur"