Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Providensia Allah dalam Bencana Alam

 Penjelasan Tentang Pemeliharaan Allah; Providensia Allah dalam Bencana Alam

Judul Artikel: Providensia Allah dalam Bencana Alam

Ditulis oleh: Rolin Taneo

Menjelang akhir tahun 2019, dunia dikejutkan dengan kabar tentang adanya penyebaran virus berbahaya yang diberi nama Covid-19. Covid-19 sesungguhnya adalah singkatan dari Corona Virus Disease. Untuk angka 19 menunjuk pada tahun 2019 di mana virus mulai marak menyebar. Wuhan diyakini sebagai tempat di mana untuk pertama kali virus ini mulai menyebar. 

Untuk wilayah Indonesia, pertama kali mengkonfirmasi kasus Covid-19 pada Senin, 2 Maret 2020. Saat itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengumumkan ada dua orang warga Indonesia yang positif terjangkit virus Corona, yakni perempuan berusia 31 tahun dan ibu berusia 64 tahun.

Kasus pertama tersebut diduga berawal dari pertemuan perempuan 31 tahun itu dengan WN Jepang yang masuk ke wilayah Indonesia. Pertemuan terjadi di sebuah klub dansa di Jakarta pada 14 Februari. Secara perlahan virus ini kemudian mulai menyebar dan banyak warga negara Indonesia yang terinfeksi wabah ini (1).

A. Pembahasan

Adanya pandemi dan badai bencana lain kemudian melahirkan pertanyaan, jika Allah berkuasa atas alam semesta, mengapa ada bencana dan sakit-penyakit? Bagaimana pula caranya Allah tetap berdaulat atas semesta? Apakah dengan adanya bencana membuat kita ragu pada pemeliharaan Allah atau sebaliknya tetap meyakini kehadiran dan pemeliharaan Alllah? 

Banyak warga jemaat yang menuturkan bahwa baik pandemi maupun badai lainnya, Allah sementara menunjukkan pada kita apa yang menjadi maksud-Nya. Manusia di satu pihak merasa khawatir, tetapi di sisi yang lain, Tuhan menunjukkan kekuatan-Nya serta ada dan meluputkan kita dari bencana yang ada. 

Secara perlahan Tuhan mengeluarkan kita dari amukan bencana dan kemudian Ia terus memelihara kita. Hal yang harus kita lakukan ialah tetap beriman yang dinyatakan melalui doa agar Tuhan tetap membimbing kita untuk dapat selamat dari badai. Tetapi hal yang pasti ialah Tuhan tetap memelihara kita (2).

Konsep pemeliharaan Allah dalam kekristenan biasa disebut sebagai Providensia. Istilah Providensia diturunkan dari kata Providere. Kata ini bisa dilihat dalam teks Kejadian 22:8 dan 14. Dengan melihat teks tersebut, maka Providensia dapat diartikan sebagai Allah menyediakan. Keyakinan bahwa menyediakan, memelihara semesta itu tidak timbul dari sebab melihat kepada dunia dan hidup saya, tetapi dari sebab kita melihat Kristus (3).

Providensia Allah juga menekankan bahwa Allah bukan hanya sebatas menciptakan alam semesta dengan segenap sifat dan kekuatan-Nya, tetapi Ia juga aktif melestarikan apa yang telah diciptakan-Nya. Ada dua maksud sebenarnya dari Providensia itu.

Pertama Pemeliharaan. Artinya Tuhan memelihara alam dan seisinya. Tuhan menghindarkan alam dari tenaga-tenaga yang akan merusaknya.

Kedua Pemerintahan. Segala sesuatu dalam alam, Allah yang memerintahnya. “Memerintah” artinya: menjuruskan perkembangan kepada suatu maksud. Tuhan menjadikan segala sesuatu masing-masing dengan maksudnya sendiri; akan tetapi segala sesuatu tidak berjalan sendiri kepada maksudnya, melainkan Tuhan yang mengemudikan hingga maksud-Nya tercapai (4).

Providensia juga mengandung makna Tuhan memelihara segenap makhluk dan mengarahkannya ke tujuan yang Ia rencanakan. Sebagai contoh, kita dapat lihat 1 Petrus 5:7 yang mengandung pesan Ia memelihara mereka yang percaya pada-Nya. Allah tidak pernah membiarkan dunia dan seisinya, tetapi Ia selalu memelihara segala sesuatu (Mat. 10:29-30) (5)

Sampai di sini, pertanyaan timbul. Jika Allah itu memerintah dan memelihara ciptaan-Nya, maka mengapa bencana atau musibah itu selalu ada? 

Menjawab pertanyaan ini, maka menurut Harold Kushner, sebagaimana dikutip oleh A. Yewangoe menegaskan bahwa bencana alam sesungguhnya adalah bagian dari kealamannya alam. Artinya, kita tidak mungkin membayangkan sebuah alam yang bebas dari bencana, seperti halnya penderitaan yang merupakan bagian dari kemanusiaan-Nya manusia (6). 

Dengan demikian, kita dapat simpulkan bahwa bencana alam itu adalah tanda tentang alam sementara menunjukkan kerapuhannya.

Munculnya pertanyaan mengapa seperti yang sudah dikemukakan di atas mengenai adanya bencana, padahal katanya Allah itu mahakuasa, menurut Gerit Singgih, itu wajar. 

Pertanyaan “mengapa” itu muncul karena bagi dia, di dalam peristiwa tersalib-Nya Kristus di Golgota menunjukkan bahwa Allah tidak hanya mahakuasa, tetapi juga Allah yang “lemah” yang penuh cinta, yang mendampingi dan terus berada bersama dengan orang yang menderita. Kita boleh saja bertanya tentang hal ini, tetapi pertanyaan ini jangan terus-menerus disangkutpautkan dengan dosa, melainkan berusaha mengatasi penderitaan itu dalam rangka memuliakan Allah (7).

B. Penutup

Pesan lain yang dapat kita pelajari berkenaan dengan Providensia dan penderitaan atau timbulnya bencana, yaitu bahwa Alkitab tidak pernah mempersoalkan tentang adanya penderitaan. Keberadaan penderitaan itu dapat disebut sebagai sesuatu yang terterima (8)

Jika demikian, maka sekali lagi timbul pertanyaan, apa sesungguhnya penderitaan itu? Apa maksud dari penderitaan itu seperti adanya bencana Covid dan bencana lainnya? Terhadap beragam pertanyaan ini, maka akan muncul banyak pandangan mengenai adanya bencana.

Pertama penderitaan atau bencana itu dianggap sebagai hukuman. Kedua penderitaan itu dianggap sebagai tindakan Allah mengadakan pendamaian atau rekonsiliasi. Ketiga penderitaan atau bencana itu dianggap sebagai ujian iman. Dan keempat penderitaan atau bencana dianggap sebagai tindakan penebusan Allah atas kehidupan (9).

Berdasarkan pandangan-pandangan tentang penderitaan atau bencana, maka ada tiga poin utama yang dapat dipakai untuk menjelaskan relevansi Providensia dalam masalah bencana.

Pertama Providensia Allah tidak berarti Allah berpangku tangan saja dan melihat dari Surga apa yang sementara terjadi dalam dunia ini, melainkan sebaliknya, Allah tetap berperan sebagai pemegang kunci, yaitu bahwa Ia memerintah semua aspek dari ciptaan-Nya. 

Selain itu, Allah juga menggunakan penyebab sekunder untuk menyatakan pemerintahan-Nya di dunia. Penyebab sekunder itu meliputi matahari, bulan, bintang, manusia dan segenap aspek ciptaan-Nya. Semua aspek yang dimaksudkan adalah segala yang terjadi di dalam dunia ini, sampai peristiwa yang terkecil sekalipun. 

Bertiupnya angin, turunnya hujan, terjadinya bencana sampai pada jatuhnya sehelai rambut dari kepala manusia pun ada dalam pemerintahan Tuhan (10).

Kedua membahas tentang Providensia Allah sama artinya dengan upaya kita melihat pemeliharaan Allah baik dalam hubungan dengan masa lampau, masa yang akan datang, hingga selanjutnya bahwa segala sesuatu dipeliharanya sedemikian rupa. 

Pemeliharaan Allah itu menunjukkan kepada kita bahwa Allah sementara menunjukkan kepada kita seluruh umat manusia bahwa sesungguhnya kita ini adalah sasaran pemeliharaan-Nya.

Jadi jika Allah mengaruniai kita hidup, maka hendaklah kita rawat kehidupan yang ada, jika diberikan-Nya sarana, maka hendaklah kita pakai sarana itu, jika kita diperingatkan akan datangnya bahaya, jangan kita menjerumuskan diri ke dalam bahaya, jika disediakan bagi kita sarana pencegah, maka jangan sampai kita menghiraukannya (11). 

Sampai di sini jelaslah bahwa baik Covid-19 dan bencana lain bisa ditangkal dengan adanya imbauan-imbauan dari pihak yang bertanggungjawab atas pemberian peringatan.

Ketiga kita mesti sadar bahwa Tuhan tidak pernah melepaskan kita berjalan sendirian. Ia mau untuk terus mencampuri kehidupan kita. Kita terus didukung oleh Dia menuju tujuan yang sudah ditetapkan-Nya. Apabila dalam perjalanan kehidupan kita ditimpa kemalangan, maka sabarlah. 

Memang kemalangan yang ada menimbulkan rasa sakit, akan tetapi kita tahu bahwa Tuhan tidak menyakiti kita dengan maksud supaya kita kesakitan, tetapi supaya kita sembuh kembali. Justru di dalam segala sakit kesengsaraan, kita dapat mengenal Tuhan sedalam-dalamnya (12).

Melalui bencana pandemi Covid-19 dan badai lainnya, manusia diajak untuk tetap beriman kepada Allah. Melalui bencana yang ada kita dapat belajar tentang solidaritas Allah kepada manusia. Solidaritas itu adalah sebuah cara pandang baru dalam menjelaskan penderitaan Yesus. Solidaritas Allah itu dinyatakan melalui penderitaan Kristus. 

Salib Kristus adalah tanda solidaritas Allah. Dia menanggung apa yang semestinya manusia tanggung. Adanya peristiwa Yesus tersalib adalah tanda bahwa Allah telah lebih dahulu merasakan penderitaan yang lebih berat melalui kematian Anak-Nya. Penderitaan itu berpuncak di dalam diri Yesus merupakan kisah tentang Allah yang menanggungkan penderitaan dunia kepada diri-Nya sendiri (13).

Dengan demikian, kita mestinya tetap beriman pada Allah sekalipun penderitaan membuat kita kadang menjadi sangsi pada karya pemeliharaan Allah. Mempertanyakan mengapa penderitaan atau bencana ada adalah wajar, tetapi harus diimbangi dengan semangat mencari jalan keluar dan terus beriman pada segala sesuatu yang Allah rancangkan.

___________________________________________

Kepustakaan

(1) Detiknews, “Kapan Sebenarnya Corona Pertama Kali Masuk RI?, https://news.detik.com/berita/d-4991485/kapan-sebenarnya-corona-pertama-kali-masuk-ri, diakses pada Sabtu, 22 Juni 2021 (20.27 WITA)

(2) Nufeto, Jani (Pemuda JIO) dan Pnt. Jhon Manafe, 2021. Wawancara oleh penulis, Kupang, 21 Mei 2021

(3) G. C. van Nitrik dan B. J. Boland, Dogmatika Masa Kini, (Jakarta : BPK. Gunung Mulia, 2015), 172.

(4) Ledi Manusama, “Allah dan Alam”, Kenosis, Vol. 1, No. 2, (Desember, 2015), 193-194.

(5) R. Soedarmo, Kamus Istilah Teologi, (Jakarta : BPK. Gunung Mulia, 1996), 76

(6) A. A. Yewangoe, Hidup Dari Pengharapan, (Jakarta : BPK. Gunung Mulia, 2017), 152

(7) E. G. Singgih, “Allah  dan Penderitaan di dalam Refleksi Teologis Rakyat Indonesia”, dalam Teologi Bencana, peny. Ati. H. Rambe, (Jakarta : BPK. Gunung Mulia, 2019), 241.

(8) A. A. Yewangoe, Menakar Covid19 secara Teologis, (Jakarta : BPK. Gunung Mulia, 2020), 23

(9) Ibid, 24-30

(10) Jesica Layantara, “Determinisme, Masalah Kejahatan, dan Penyebab Sekunder Menurut John Calvin”, Jurnal Amanat Agung, Vol. 11, No. 2 (2015), 300-302

(11) Yohanes Calvin, Instituo, Terjemahan J. S. Aritonang, dkk, (Jakarta : BPK. Gunung Mulia, 2015), 51-53

(12) J. Verkuyl, Aku Percaya, Terjemahan Soegiarto (+), (Jakarta : BPK. Gunung Mulia, 1981), 63 & 68

(13) Sonny. E. Zaluchu, Penderitaan  Kristus  Sebagai  Wujud  Solidaritas Allah  Kepada  Manusia, Jurnal Dunamis, Vol. 2, No. 1, (Oktober, 2017), 65-71.

Posting Komentar untuk " Providensia Allah dalam Bencana Alam"