Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Dan Kata-kata Harus Menjadi Daging

Dan Kata-kata Harus Menjadi Daging

Selama bertahun-tahun, saya berpikir bahwa kitab Injil Yohanes adalah yang paling sulit untuk dipahami dan paling misterius dari semua Injil, dan saya menjauhinya. 

Tetapi kemudian saya membacanya lagi, dengan pengalaman hidup yang lebih banyak dan membaca dan membacanya ulang selama sepuluh tahun, makin dalam dan makin maju ke dalam kasih Firman yang menjadi daging dan hidup sementara waktu di antara kita.

Yang menjadi semakin jelas dengan berjalannya waktu adalah pasal demi pasal, percakapan demi percakapan, adalah satu jendela lagi ke dalam realitas itu. Firman itu menjadi daging, berkali-kali. 

Marilah dan kamu akan melihatnya.

Pada pasal pertama Yohanes, Firman menjadi daging, dan kita membaca bahwa Yesus mengambil vokasi-Nya (Pekerjaan-Nya) di kalangan orang-orang Palestina abad pertama.

Berjalan di jalanan, memasuki desa-desa, bertemu dengan orang-orang, perkataan-Nya yang pertama adalah, “Marilah dan kamu akan melihatnya.” Bahwa pada dua percakapan pertama yang dilakukan-Nya, “Marilah dan kamu akan melihatnya” adalah respon-Nya kepada mereka yang ingin mengenal-Nya.

Kita memiliki nama-nama mereka, pertama adalah Andreas saudara Simon, dan kemudian Filipus dan Natanael. Penuh perhatian, tertarik, mereka mengajukan pertanyaan-pertanyaan mereka, ingin memahami lebih lanjut, dan Yesus hanya berkata, “Marilah dan kamu akan melihatnya.”

Setelahnya banyak hal yang Yesus lakukan bersama-sama dengan mereka. Dari Awal perjalanan dan sampai akhirnya Ia bangkit dari kematian. Yesus telah memperlihatkan dengan jelas siapa diri-Nya dan bagaimana Ia melayani di dalam dunia ini. Bagian inilah yang akan kita renungkan dan melihat bahwa ketika Firman menjadi daging, itu hadir ke dalam kehidupan manusia dan benar-benar mengubahkan. 

1. Kisah Nikodemus

Melalui Injil Yohanes 3, kita akan melihat bagaimana kisah ini menjadi sangat menarik. Karena melibatkan dua orang guru Yahudi dengan segala pengetahuan teologisnya. Naskahnya menyebutkan bahwa Nikodemos “pemimpin agama Yahudi,” dan Ia datang pada malam hari dan ingin berbicara dengan serius dengan seorang pria yang dikenal luas sebagai seorang Rabi. Seorang guru yang telah berbicara di depan Bait Allah kepada semua pendatang, penduduk setempat, dan pengunjung kosmopolitan. Nikodemus sangat tertarik dengan apa yang telah disampaikan oleh Yesus, namun ia tidak mengerti.

“Apa yang Engkau maksudkan dengan kata-kata itu?” tanya Nikodemus, dan Yesus menjawab, “engkau seorang pengajar Israel, da engkau tidak mengerti hal-hal itu?” 

Lalu Yesus menjelaskan bahwa Nikodemus, seperti semua orang lainnya yang ingin mengerti, harus “dilahirkan kembali,” yang sangat membingungkan bagi Nikodemus – “masuk kembali ke dalam Rahim ibuku?” mereka berbicara dan tibalah kita pada ringkasan terkenal dari sejarah keselamatan, “Karena begitu besar kasih Allah….” Mudah sekali melihatnya sebagai makna percakapan itu, arah naskah itu membawa kita pada orang yang ingin mengetahui tetapi tidak ingin melakukan, di dalam keputusan sebagai tanggung jawab pengetahuan.

Ini adalah pengajaran kasar Yesus: orang membenci terang karena mereka ingin melakukan yang jahat. Tetapi untuk menekankan poinnya, Yesus meneruskan dengan mengatakan bahwa mereka yang memahami apa yang paling penting melakukannya, karena mereka melakukan kebenaran.

Mereka menempatkan kebenaran ke dalam praktik. Ya, mereka memberi daging kepada kata-kata itu, dan kepada kata-kata mereka – dan bahwa mereka melakukannya adalah penting untuk memahami makna dari kata-kata tersebut.

Pada akhirnya, kita bukan hanya sepunuhnya otak. Yang terpenting kita bukan mahluk rasional, seolah-olah nalar kitalah yang menjelaskan sepenuhnya kemanusiaan kita.

Segala sesuatu sudah rusak, dan karenanya rasionalitas kita dan kebijaksanaan kita sudah bengkok juga.  Pikiran kita tidak seperti yang seharusnya.

Bukan hanya kita tidak bernalar seperti seharusnya, dan kareannya kita tidak melihat seperti yang seharusnya. Kita tidak melihat karena kita tidak ingin melihat.

Sebaliknya kita menyukai galapnya khayalan kita, tipuan dan penyimpangan dari suatu hidup yang baik, ketimpangan hidup yang benar-benar baik. 

Kita ingin melakukan apa yang kita ingin lakukan, kapan pun kita ingin melakukannya. Jadi sebenarnya, Yesus berkata kepada Nikodemus, “Alasan kamu tidak paham apa yang Kukatakan adalah bahwa kamu tidak melakukan kebenaran.

Kamu tidak hidup seperti yang seharusnya; sebaliknya kamu  hidup seperti cara hidup yang kamu sukai – bahkan dalam nama keagamaanmu, aka napa yang tampaknya kekudusan dalam hidupmu. Aku mepertayakan hatimu.

Realitasnya adalah bahwa kamu tidak mengetahui kebenarannya. Kamu tahu tetapi kamu tidak melakukannya.”

Kita telah berkomitmen untuk hidup dengan cara tertentu – karena kita ingin – dan kemudian kita menjelaskan semesta dengan cara yang masuk akanl untuk pilihan itu. Itulah sebabnya pertanyaan kuno dari Agustinus masih berlaku: Anda tidak bisa benar-benar mengenal seseorang dengan bartanyam “Apa yang Anda yakini?” Pada saat kita bertanya, “Apa yang Anda sukai?” barulah kita mulai mengenal seseorang. Kita melihat dari hati kita? Ya, karena hidup kita berdasarkan apa yang kita kasihi.

2. Para murid yang kecewa

Kisah terakhir dari Bab Injil Yohanes, kasih dari para murid yang kecewa dan bingung yang kembali kepada pekerjaan mereka sebagai nelayan (Yohanes 21). Setelah mengamati penyaliban Tuhan mereka dan tidak memahami apa makna kebangkitan-Nya bagi-Nya atau bagi mereka, mereka memutuskan untuk melakukan apa yang mereka tahu untuk dilakukan.

Mencari ikan, dengan datangnya pagi, seorang pria di pantai menyuruh mereka untuk terus berusaha, melemparkan jala mereka ke sisi lain kapal.

Kita semua bisa membayangkan orang-orang ini memutarkan bola mata mereka. “Apa yang dia tahu tentang mencari ikan di danau ini?”

Tetapi kemudian Yohanes sendiri mengenali Yesuslah yang berbicara kepada mereka – dan Petrus adalah Petrus sehingga ia melepaskan pakaiannya, melompat ke dalam danau dan berenang ke pantai, dengan menggebu-gebu ingin melihat Dia yang mengenalnya dan masih mengasihinya. 

Tetapi sebelum mereka mengadakan percakapan yang lebih pajang, dari hati ke hati, Yesus memberikan teman-teman terdekat-Nya suatu kilasan dari realitas kebangkitan yang akan menjadi milik mereka.

Dua aktivitas paling umum dan paling biasa yang dilakukan manusia, bekerja dan makan, dikuduskan dalam kisah ini, dibuat menjadi kudus oleh Yesus, menunjukkan kepada mereka, bahwa di dalam bumi yang baru hal-hal inilah juga yang akan menjadi bagian integral.

Dia bisa saja menunjukkan apa pun kepada mereka, Dia bisa melakukan apa pun. Karena Dialah Tuhan yang dibangkitkan, Dia bisa saja melakukan yang jelas “relijius” bagi mereka, seperti baptisan atau Perjamuan Kudus. Dia bahkan bisa berkhotbah dan berdoa bagi mereka.

Yang dipilih-Nya, untuk dilakukan adalah menghargai pekerjaan mereka dan makan bersama-sama dengan mereka. “Bawalah beberapa ikan yang kamu tanggap itu.” Jelas sebagai Tuhan langit dan bumi Dia bisa memaksa mereka memakan ikan yang disediakan-Nya – dan hal itu bukanlah sesuatu yang buruk.

Tetapi yang Dia lakukan adalah sebaliknya, bahwa Dia mengakui bahwa mereka telah bekerja semalaman, dan sebenarnya telah bekerja seumur hidup mereka. 

Bawalah dirimu, hasil pekerjaan tanganmu, kepada sarapan kebangkitan ini dan tambahkan ikan mu kepada ikan-Ku – karena kita sarapan bersama-sama.

Relasi tuan dan pelayan berlanjut, bahkan saat Dia telah menjadikan mereka teman-teman-Nya. Tapi saat itu secara sederhana, Dia mengundang mereka makan bersama-Nya. Bukan benda-benda sakremental, walau pun hal ini penting sifatnya seiring  berjalannya waktu. Tetapi makanan biasa dari kehidupan sehari-hari yang Ia pilih untuk dilakukan bersama-sama dengan mereka.

Bekerja makan,  hal-hal inilah yang menjadi sentral dalam vokasi (pekerjaan) manusia, dalam tiap budaya dan setiap abad.

Apakah kita melihat Yesus, Firman yang telah menjadi daging, menunjukkan makna kepada orang-orang yang dikasihi-Nya? Dia memanggil mereka, mengawali relasi sekali lagi, mengenal kerapuhan dan ketakutan mereka. Dia mengungkapkan bahwa Dia adalah Tuhan langit dan bumi, Yuhan dari setiap sentimeter persegi dai seluruh realitas, bahkan kedalaman Danau Galilea. Lalu Dia mengundang mereka untuk berespons dengan kerja dan hidup mereka, memandang bahkan hal-hal paling biasa dalam kehidupan sebagai hal-hal yang kudus, diperbaharui keberadaan-Nya oleh relitas kebangkitan. Mereka adalah rambut-rambu pengarah jalan di tanah yang asing di dunia yang suatu hari nanti akan terwujud. Kata-kata harus menjadi daging.

Pelayanan kita sebagai vokasi

Kebutuhan mendesak Kekristenan hari-hari ini adalah pekerja, yang mau membawa kasih Yesus kepada orang-orang dan dengan penuh kasih melakukan segala sesuatu seperti yang Yesus telah tunjukkan. Apa yang dapat kita kerjakan, yaitu apa yang Yesus telah kerjakan, Ia memuridkan, Ia berinteraksi dengan orang-orang dan mengobrol dan makan bersama-sama mereka. Ini layak untuk dikerjakan dan inilah panggilan kita orang-orang percaya.

Melalui buku Steven Garber, saya ditantang untuk melatih diri saya sebagai pekerja Kristus, yang menjadi anugerah umum di mana saya berada. Dan demikianlah dengan Anda, yang membawa rangkuman buku ini, saya membawa Anda untuk tidak sekedar menjadi seorang Kristen yang dangkal dan hanya sampai pada titik diselamatkan dan duduk di gereja Anda, kita harus menjadi pekerja Kristus, kita haruslah bersekutu dengan Yesus secara pribadi untuk menjadi pekerja yang setia dan membawa jiwa-jiwa kepada Yesus, seperti yang Dia telah lakukan.

Jadi, marilah renungkan ini, bahwa Anda dan saya, adalah pekerja Kristus. Apa pun yang menjadi latar belakang kehidupan kita dan pekerjaan kita, marilah kita memperlihatkan Injil melalui hidup kita yang telah diubahkan di dalam Yesus yang hari ini menjadi kawan sejati yang setia. Soli Deo Gloria. Amin.

_____________________________

Penulis Buku Steven Garber

Judul Buku Vision of Vocation

Halaman 121-131

Penerbit Literatur Perkantas Jatim

Posting Komentar untuk " Dan Kata-kata Harus Menjadi Daging"